-->
R27mUISKY8MAeCpFpAtsSpjGWGukfoZYVKEfkHA4

Top Ad unit 728 × 90

Link

Dunia Jin, Apa Itu Jin, Bagaimana Bentuknya?

Fatwa Al-Jamal
Tentang : Sumpah Serapah Dan Amalan Berupa Ayat-Ayat Al-Qur’an Yang Bisa Menyebabkan “Binasa orang lain”


    Apakah sumpah serapah dan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an yang bisa membinasakan orang lain termasuk “sihir” ? sehingga mempunyai kesamaan hukum ? atau tidak bisa disamakan dengan hukum sihir? Nampaknya perlu ditinjau dengan pandangan lebih mendalam. Dan menurut pandapat yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat pertama yang mengatakan sama dengan sihir. Silahkan saja untuk ditelaah kembali.

Fatwa Sayyid Alwi Bin Ahmad Bin Abdur Rahman As-Segaf
Tentang : “Meminta Bantuan Kepada Jin-Jin (Arwah Yang Berdiam Dibumi)”

Menurut pendapat yang dibuktikan para ulama’ jika pelakunya orang yang menjaga syari’at, menjalani perintah, menjahui larangan, mantra-mantra yang dibaca tidak bertentangan dengan ajaran syari’at, Roh-roh yang dimintai bantuan adalah roh-roh yang baik  dan kejadian-kejadian luar biasa tersebut juga tidak menimbulkan akibat yang membahaya kan menurut syari’at, maka masalah ini bukan termasuk sihir, namun merupakan maunah atau asror dari Allah dan jika tidak memenuhi syarat-syarat diatas, maka hukumnya harom . begitu juga hukum mempelajarinya dengan tujuan  untuk diamalkan. Bahkan bisa menjadi kufur jika punya I’tikad dihalalkan menurut syara’. sedangkan mempelajari dengan tujuan untuk menjaga diri, hukumnya boleh dan jika tidak ada tujuan untuk itu, maka hukumnya makruh.

Fatwa Asy-Syeikh Abu Fadlol As-Senori At-Tubani

Tentang Tidak Diperbolehkan Meminta Bantuan Kepada Jin 

    Peringatan keempat yaitu; tidak diperbolehkan meminta bantuan jin untuk memenuhi Hajat dan mentaati perintahnya atau untuk memmberi khabar tentang hal-hal yang ghaib atau lainnya.

Bangsa jin itu akan merasa senang, ketika diagungkan, dimintai pertolongan, dimintai pertolongan, dirajut atau ketika bangsa manusia merendah kepadanya.
Contoh permintaan bantuan kepada jin tersebut; seperti ucapan sebagian orang :

 Mereka yang dipanggil-panggil itu adalah nama-nama setan. “barang siapa memanggil mereka, maka ia meminta pertolongan kepada mereka”

Fatwa Asy-Syafi’i

Tentang : “Pengakuan Seseorang Mampu Melihat Jin”

    Berkata Imam Syafi’i R.A: barang siapa mengatakan pernah melihat bangsa jin, maka kesaksiannya ditolak dan di ta’zir (diberi hukuman supaya jera), karena jelas-jelas yang demikian ini bertentangan dengan Al-Quran.
Sebagian ulama’ mengarahkan perkataan Imam Syafi’i ini untuk orang-orang yang mengaku melihat bentuk aslinya, sebagaimana jin itu diciptakan.

Fatwa Syeikh Amin Al-Kurdi
Tentang : “Seorang Mukallaf Harus Beriman Dengan Wujudnya Jin Dan Terkadang Setan, Jin Dan Malaikat Bisa Dilihat”

    Wajib beriman dengan adanya jin berdasarkan ijma’ para Ulama. Karena adanya jin ini sudah sering disebut baik dalam Al-Quran maupun Al-Hadits. ketahuilah bahwasanya malaikat, jin dan setan terkadang bisa dilihat dalam keadaan-keadaan tertentu.

Fatwa Asy-syeikh Abu Fadl As-Senori At-Tubani,
Tentang kebohongan adanya Rijaal Al-Ghoib 

     Golongan kelima dari mereka yang keluar dari ajaran Al-Qur’an dan As-Sunah adalah kelompok aliran yang sering membicarakan keadaan-keadaan hasil tipu daya setan, tersingkapnya hati dengan riyadloh-riyadloh pengekangan nafsu atau merasa bercakap-cakap
dengan rijaal Al-Ghoib selain itu mereka juga mengaku mempunyai khowariqul Adat yang menerapkan dirinya tergolong wali-wali Allah sebenarnya mereka itu termasuk para pengikut setan sedangkan mengenai Rijaal Al-Ghoi, jika memang benar adanya, mereka itu sesungguhnya sebangsa jin. Karena yang namanya bangsa manusia, tidak mungkin terhalang dari pandangan manusia lainnya, kaluapun toh tidak terlihat, hanya pada waktu-waktu tertentu saja. Barang siapa menyangka “Rijaal Al-Ghoib” itu termasuk golongan manusia, maka jelas-jelas merupakam kekeliruan dan kebodohan belaka. Penyebab dari kesesatan ini  tak lebih karena tidak adanya pengetahuan yang cukupuntuk membedakan antara Wali-wali Allah yang maha pengasih dan wali-wali setan .

Fatwa Syeikh Zainuddin Bin Abdul Aziz Al-Malaibari
Tentang: “Sembelihan  Untuk Menolak Gangguan Jin”

    Barang siapa menyembelih hewan dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah “supaya gangguan jin bisa ditolak”, maka yang demikian itu tidak haram. Dan barang siapa menyembelih hewan semata-mata untuk menolak gangguan jin, bukan untuk mendekatkan diri kepada Allah maka sembelihan itu dihukumi haram.

Khilafiyah Ulama’
 Tentang: “Hukum Menikah Dengan Jin”

    Sebagian ulama’ menganggap perbedaan jenis merupakan salah satu penyebab diharamkannya pernikahan. Oleh karena itu seorang anak Adam tidak boleh menikahi jin wanita atau sebaliknya. Sebagaimana komentar Syeikh Hadi Bin Yunus dan juga difatwakan oleh Ibnu Abdis Salam dan diikuti oleh Syaikhul Islam. Ibnu Hajar berkata: “tidak diperbolehkan menikahi jin, karena Allah Ta’ala telah memberi anugerah kepada kita dengan menjadikan pasangan dari golongan kita sendiri”. Allah berfirman: “termasuk tanda-tanda kebesaran Allah, ia ciptakan pasangan kalian dari golongan kalian sendiri”. Melihat ayat diatas maka “diperbolehkannya menikahi jin”, berarti sama halnya menafikan anugerah Allah.
Dalam suatu hadits

Fatwa Al-Jamal
Tentang : Sumpah Serapah Dan Amalan Berupa Ayat-Ayat Al-Qur’an Yang Bisa Menyebabkan “Binasa orang lain”

    Apakah sumpah serapah dan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an yang bisa membinasakan orang lain termasuk “sihir” ? sehingga mempunyai kesamaan hukum ? atau tidak bisa disamakan dengan hukum sihir? Nampaknya perlu ditinjau dengan pandangan lebih mendalam. Dan menurut pandapat yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat pertama yang mengatakan sama dengan sihir. Silahkan saja untuk ditelaah kembali.

Fatwa Sayyid Alwi Bin Ahmad Bin Abdur Rahman As-Segaf
Tentang : “Meminta Bantuan Kepada Jin-Jin (Arwah Yang Berdiam Dibumi)”

Menurut pendapat yang dibuktikan para ulama’ jika pelakunya orang yang menjaga syari’at, menjalani perintah, menjahui larangan, mantra-mantra yang dibaca tidak bertentangan dengan ajaran syari’at, Roh-roh yang dimintai bantuan adalah roh-roh yang baik  dan kejadian-kejadian luar biasa tersebut juga tidak menimbulkan akibat yang membahaya kan menurut syari’at, maka masalah ini bukan termasuk sihir, namun merupakan maunah atau asror dari Allah dan jika tidak memenuhi syarat-syarat diatas, maka hukumnya harom . begitu juga hukum mempelajarinya dengan tujuan  untuk diamalkan. Bahkan bisa menjadi kufur jika punya I’tikad dihalalkan menurut syara’. sedangkan mempelajari dengan tujuan untuk menjaga diri, hukumnya boleh dan jika tidak ada tujuan untuk itu, maka hukumnya makruh.
Fatwa Asy-Syeikh Abu Fadlol As-Senori At-Tubani
Tentang Tidak Diperbolehkan Meminta Bantuan Kepada Jin 
    Peringatan keempat yaitu; tidak diperbolehkan meminta bantuan jin untuk memenuhi Hajat dan mentaati perintahnya atau untuk memmberi khabar tentang hal-hal yang ghaib atau lainnya.
Bangsa jin itu akan merasa senang, ketika diagungkan, dimintai pertolongan, dimintai pertolongan, dirajut atau ketika bangsa manusia merendah kepadanya.
Contoh permintaan bantuan kepada jin tersebut; seperti ucapan sebagian orang :

 Mereka yang dipanggil-panggil itu adalah nama-nama setan. “barang siapa memanggil mereka, maka ia meminta pertolongan kepada mereka”

Fatwa Asy-Syafi’i
Tentang : “Pengakuan Seseorang Mampu Melihat Jin”
    Berkata Imam Syafi’i R.A: barang siapa mengatakan pernah melihat bangsa jin, maka kesaksiannya ditolak dan di ta’zir (diberi hukuman supaya jera), karena jelas-jelas yang demikian ini bertentangan dengan Al-Quran.
Sebagian ulama’ mengarahkan perkataan Imam Syafi’i ini untuk orang-orang yang mengaku melihat bentuk aslinya, sebagaimana jin itu diciptakan.

Fatwa Syeikh Amin Al-Kurdi
Tentang : “Seorang Mukallaf Harus Beriman Dengan Wujudnya Jin Dan Terkadang Setan, Jin Dan Malaikat Bisa Dilihat”
    Wajib beriman dengan adanya jin berdasarkan ijma’ para Ulama. Karena adanya jin ini sudah sering disebut baik dalam Al-Quran maupun Al-Hadits. ketahuilah bahwasanya malaikat, jin dan setan terkadang bisa dilihat dalam keadaan-keadaan tertentu.

Fatwa Asy-syeikh Abu Fadl As-Senori At-Tubani,
Tentang kebohongan adanya Rijaal Al-Ghoib 
     Golongan kelima dari mereka yang keluar dari ajaran Al-Qur’an dan As-Sunah adalah kelompok aliran yang sering membicarakan keadaan-keadaan hasil tipu daya setan, tersingkapnya hati dengan riyadloh-riyadloh pengekangan nafsu atau merasa bercakap-cakap
dengan rijaal Al-Ghoib selain itu mereka juga mengaku mempunyai khowariqul Adat yang menerapkan dirinya tergolong wali-wali Allah sebenarnya mereka itu termasuk para pengikut setan sedangkan mengenai Rijaal Al-Ghoi, jika memang benar adanya, mereka itu sesungguhnya sebangsa jin. Karena yang namanya bangsa manusia, tidak mungkin terhalang dari pandangan manusia lainnya, kaluapun toh tidak terlihat, hanya pada waktu-waktu tertentu saja. Barang siapa menyangka “Rijaal Al-Ghoib” itu termasuk golongan manusia, maka jelas-jelas merupakam kekeliruan dan kebodohan belaka. Penyebab dari kesesatan ini  tak lebih karena tidak adanya pengetahuan yang cukupuntuk membedakan antara Wali-wali Allah yang maha pengasih dan wali-wali setan .

Fatwa Syeikh Zainuddin Bin Abdul Aziz Al-Malaibari
Tentang: “Sembelihan  Untuk Menolak Gangguan Jin”
    Barang siapa menyembelih hewan dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah “supaya gangguan jin bisa ditolak”, maka yang demikian itu tidak haram. Dan barang siapa menyembelih hewan semata-mata untuk menolak gangguan jin, bukan untuk mendekatkan diri kepada Allah maka sembelihan itu dihukumi haram.

Khilafiyah Ulama’
 Tentang: “Hukum Menikah Dengan Jin”
    Sebagian ulama’ menganggap perbedaan jenis merupakan salah satu penyebab diharamkannya pernikahan. Oleh karena itu seorang anak Adam tidak boleh menikahi jin wanita atau sebaliknya. Sebagaimana komentar Syeikh Hadi Bin Yunus dan juga difatwakan oleh Ibnu Abdis Salam dan diikuti oleh Syaikhul Islam. Ibnu Hajar berkata: “tidak diperbolehkan menikahi jin, karena Allah Ta’ala telah memberi anugerah kepada kita dengan menjadikan pasangan dari golongan kita sendiri”. Allah berfirman: “termasuk tanda-tanda kebesaran Allah, ia ciptakan pasangan kalian dari golongan kalian sendiri”. Melihat ayat diatas maka “diperbolehkannya menikahi jin”, berarti sama halnya menafikan anugerah Allah.
Dalam suatu hadits Rosulullah Saw melarang menikahi jin. Pendapat diatas ditentang oleh Imam Qomuli dimana beliau memperboleh kan pernikahan dengan jin. Pendapat Al-Qomuli ini didukung oleh Ar-Romly. Beliaupun menjawab : Bahwa  Ayat tersebut hanya menjelaskan tentang anugerah yang lebih besar. Dengan  demikian tidak menafikan pada bentuk anugerah yang lain. Kemudian larangan yang ada pada hadits tidak menunjukkan hukum haram, namun hanya menjelaskan hukum makruh saja.

Fatwa Ibnu Taimiyah
 Tentang: “Membunuh Atau Mendholimi Jin.”
    Membunuh jin tidak diperbolehkan kalau memang tidak ada alasan yang dibenarkan syara’ sebagaimana membunuh manusia itu tidak diperbolehkan jika tidak ada alasan yang dibenarkan. Karena perbuatan dholim itu dalam keadaan bagaimanapun hukumnya haram. Meskipun terhadap orang kafir. Ketahuilah, sesungguhnya jin itu berubah-ubah bentuknya. Oleh karenanya jika menjumpai ular dirumah-rumah beritahukan kepadanya untuk pergi, kemudian jika tidak mau pergi maka bunuhlah.

Fatwa Ibnu Abi Zaid
Tentang : “Hukum Mengeluarkan Jin Dari Tubuh Manusia”
    Dikutip dari Ibnu Abi Zaid bahwa akad mengeluarkan jin dari tubuhnya manusia itu tidak diperbolehkan, karena tidak bisa dipastikan dan tidak bisa diketahui hakekatnya. Bagi orang orang wira’i jangan sampai melakukannya. Begitu juga “akad jasa” melepaskan  seseorang dari pengaruh sihir.

Fatwa Syeikh Zainuddin Bin Abdul Aziz
Tentang : “Ketika Jin Menjelma Dengan Berbagai Rupa”
    Adzan terkadang disunahkan seperti pada waktu ada orang kesurupan jin.

Ketika diadzani pada telinganya, jin itu akan pergi. Begitu juga ketika jin–jin dan syaithan-syaithan jahat menjelma dalam berbagai rupa dengan sebab membaca asma-asma yang hanya diketahui oleh mereka (dengan sihir mereka). Disunahkannya adzan karena Allah akan menolak kejahatan mereka dengan sebab Adzan tersebut. Dan syaithan-syaithan itu akan lari tunggang langgang ketika mendengar adzan.
 Tentang : “ Hukumnya Suwuk Dan Jampi-Jampi"

     Kesunahan melakukan jampi-jampi/ nyuwuk , tidak tertentu ketika dalam kondisi sakit saja. Berbeda dengan pendapatnya ulama “Syadz”. suwuk yang paling utama adalah yang berdasarkan  keterangan hadits, kemudian do’a-do’a yang mengandung permintaan dari hal-hal yang tidak diinginkan. oleh karena itu ada sebuah riwayat shohih, “ Bahwa ketika Rasulullah S.A.W dalam keadaan sakit Beliau melakukan jampi-jampi dengan membaca ayat-ayat “mu’awwidzaat” kemudian ditiupkan pada badan Beliau sendiri. Dan ketika sakitnya sudah mulai berat, maka yang melakukan  jampi-jampi adalah ‘Aisyah atas perintah dari Beliau.
Menurut satu riwayat, Beliau meniup-niup pada kedua tangan kemudian diusapkan pada wajah”
Dengan demikian sangat dianjurkan melakukan “jampi-jampi” untuk orang sakit.
 Kemudian juga disunahkan memakai ayat-ayat lain ( selain Mu’awwidzat ) karena memang benar-benar ada riwayat “Shohih” dari Abi Sa’id Al-Khudzri mengenai “jampi-jampi” dengan surat Al-Fatihah untuk menyembuhkan seseorang yang tergigit ular dengan upah beberapa kambing dan ternyata bisa disembuhkan. Peristiwa ini  mendapatkan persetujuan dari Nabi S.A.W. Beliau Berkata : “ Siapa gerangan yang memberitahukan kepadamu bahwa Surat Al-Fatihah itu bisa dipakai jampi-jampi? Berilah aku bagian dari upah itu !!!”
Jampi-jampi pada mulanya merupakan tradisi “ masyarakat ” yang dibaca untuk orang sakit. Baru kemudian datang jampi-jampi berdasarkan keterangan-keterangan hadits. Dengan demikian jampi-jampi bukanlah perbuatan bid’ah dan setelah dijumpai keterangan diatas, berarti tidak ada bedanya antara mengutamakan “Suwuk” yang ada dasar-dasar haditsnya ataupun tidak. Akan tetapi yang lebih utama adalah suwuk yang diajarkan oleh Nabi S.A.W
Imam Malik berpendapat : “seorang kafir Dzimmi tidak boleh melakukan jampi-jampi untuk orang muslim. Sedangkan menurut kita (golongan Syafi’iyyah), hal itu tidaklah dicegah. Hanya saja setiap jampi-jampi itu disyaratkan tidak memakai asma-asma atau kalimah-kalimah yang tidak diketahui artinya.


Karena kalimah-kalimah yang tidak diketahui artinya, terkadang bisa menjadikan kufur, disebabkan mengandung sumpah serapah kepada malaikat atau jin dan juga mengagung-agungkannya serta menganggap bisa mempengaruhi segala sesuatu atau menganggapnya punya sifat ketuhanan.  Rosulullah Saw melarang menikahi jin. Pendapat diatas ditentang oleh Imam Qomuli dimana beliau memperboleh kan pernikahan dengan jin. Pendapat Al-Qomuli ini didukung oleh Ar-Romly. Beliaupun menjawab : Bahwa  Ayat tersebut hanya menjelaskan tentang anugerah yang lebih besar. Dengan  demikian tidak menafikan pada bentuk anugerah yang lain. Kemudian larangan yang ada pada hadits tidak menunjukkan hukum haram, namun hanya menjelaskan hukum makruh saja.

Fatwa Ibnu Taimiyah
 Tentang: “Membunuh Atau Mendholimi Jin.”

    Membunuh jin tidak diperbolehkan kalau memang tidak ada alasan yang dibenarkan syara’ sebagaimana membunuh manusia itu tidak diperbolehkan jika tidak ada alasan yang dibenarkan. Karena perbuatan dholim itu dalam keadaan bagaimanapun hukumnya haram. Meskipun terhadap orang kafir. Ketahuilah, sesungguhnya jin itu berubah-ubah bentuknya. Oleh karenanya jika menjumpai ular dirumah-rumah beritahukan kepadanya untuk pergi, kemudian jika tidak mau pergi maka bunuhlah.

Fatwa Ibnu Abi Zaid
Tentang : “Hukum Mengeluarkan Jin Dari Tubuh Manusia”

    Dikutip dari Ibnu Abi Zaid bahwa akad mengeluarkan jin dari tubuhnya manusia itu tidak diperbolehkan, karena tidak bisa dipastikan dan tidak bisa diketahui hakekatnya. Bagi orang orang wira’i jangan sampai melakukannya. Begitu juga “akad jasa” melepaskan  seseorang dari pengaruh sihir.

Fatwa Syeikh Zainuddin Bin Abdul Aziz
Tentang : “Ketika Jin Menjelma Dengan Berbagai Rupa”

    Adzan terkadang disunahkan seperti pada waktu ada orang kesurupan jin.

Ketika diadzani pada telinganya, jin itu akan pergi. Begitu juga ketika jin–jin dan syaithan-syaithan jahat menjelma dalam berbagai rupa dengan sebab membaca asma-asma yang hanya diketahui oleh mereka (dengan sihir mereka). Disunahkannya adzan karena Allah akan menolak kejahatan mereka dengan sebab Adzan tersebut. Dan syaithan-syaithan itu akan lari tunggang langgang ketika mendengar adzan.
 Tentang : “ Hukumnya Suwuk Dan Jampi-Jampi"

     Kesunahan melakukan jampi-jampi/ nyuwuk , tidak tertentu ketika dalam kondisi sakit saja. Berbeda dengan pendapatnya ulama “Syadz”. suwuk yang paling utama adalah yang berdasarkan  keterangan hadits, kemudian do’a-do’a yang mengandung permintaan dari hal-hal yang tidak diinginkan. oleh karena itu ada sebuah riwayat shohih, “ Bahwa ketika Rasulullah S.A.W dalam keadaan sakit Beliau melakukan jampi-jampi dengan membaca ayat-ayat “mu’awwidzaat” kemudian ditiupkan pada badan Beliau sendiri. Dan ketika sakitnya sudah mulai berat, maka yang melakukan  jampi-jampi adalah ‘Aisyah atas perintah dari Beliau.

Menurut satu riwayat, Beliau meniup-niup pada kedua tangan kemudian diusapkan pada wajah”
Dengan demikian sangat dianjurkan melakukan “jampi-jampi” untuk orang sakit.
 Kemudian juga disunahkan memakai ayat-ayat lain ( selain Mu’awwidzat ) karena memang benar-benar ada riwayat “Shohih” dari Abi Sa’id Al-Khudzri mengenai “jampi-jampi” dengan surat Al-Fatihah untuk menyembuhkan seseorang yang tergigit ular dengan upah beberapa kambing dan ternyata bisa disembuhkan. Peristiwa ini  mendapatkan persetujuan dari Nabi S.A.W. Beliau Berkata : “ Siapa gerangan yang memberitahukan kepadamu bahwa Surat Al-Fatihah itu bisa dipakai jampi-jampi? Berilah aku bagian dari upah itu !!!”

Jampi-jampi pada mulanya merupakan tradisi “ masyarakat ” yang dibaca untuk orang sakit. Baru kemudian datang jampi-jampi berdasarkan keterangan-keterangan hadits. Dengan demikian jampi-jampi bukanlah perbuatan bid’ah dan setelah dijumpai keterangan diatas, berarti tidak ada bedanya antara mengutamakan “Suwuk” yang ada dasar-dasar haditsnya ataupun tidak. Akan tetapi yang lebih utama adalah suwuk yang diajarkan oleh Nabi S.A.W

Imam Malik berpendapat : “seorang kafir Dzimmi tidak boleh melakukan jampi-jampi untuk orang muslim. Sedangkan menurut kita (golongan Syafi’iyyah), hal itu tidaklah dicegah. Hanya saja setiap jampi-jampi itu disyaratkan tidak memakai asma-asma atau kalimah-kalimah yang tidak diketahui artinya.


Karena kalimah-kalimah yang tidak diketahui artinya, terkadang bisa menjadikan kufur, disebabkan mengandung sumpah serapah kepada malaikat atau jin dan juga mengagung-agungkannya serta menganggap bisa mempengaruhi segala sesuatu atau menganggapnya punya sifat ketuhanan. 
Related Posts

Related Posts

Posting Komentar