Aku Terlahirkan Kembali
Perjalananku masih jauh walaupun sampai kapanpun aku akan
terus mencari sampai aku menemukannya.
“Mau kemana nak?”
Tanya seorang bapak tua
mengagetkanku. Sontak aku langsung berdiri menatap wajah yang sangat
bersahaja itu.
“Hampir maghrib nak, mari mampir digubuk Bapak, kita berbuka
puasa bersama disana”
Sebenarnya aku tidak mau menerima ajakan bapak tua itu, tapi
ia memaksaku karena khawatir jalan yang
aku lewati masih sangat jauh dari kota. Saat itu memang sangat sepi tidak ada
warung, bahkan sulit sekali mencari mobil angkot.
Sesampai didepan gubuk tua milik bapak yang kukenal dengan
Abah Husain itu, seorang ibu memakai balutan kerudung putih menyapaku dengan ramah
setelah mencium tangan Pak Husain. Kemudian mereka mempersilahkanku masuk
menuju ruang makan yang sudah tersedia hidangan untuk berbuka puasa. Sungguh,
seperti rumah sendiri. Mereka benar-benar sangat memanjakanku, menghiburku, dan
juga sangat menjaga etika dalam bertingkah laku maupun berucap. Aku sempat
berandai-andai, jika saja mereka orang tuaku aku pasti sangat bahagia.
“Iden… Nanti tarawih bersama-sama dimasjid ya Nak? Kamu
menginap disini dulu sementara dan melanjutkan kembali perjalanan besok, Bagaimana
Abah?”
Dengan halus Ummi Sahila memberikan anjuran kepadaku. Begitu
juga dengan Abah Husain yang mengiyakan usulan istrinya itu.
Berangkatlah aku dan mereka berdua kemasjid. Sungguh damai
perasaanku saat itu. Bersama orang-orang muslim melaksanakan sunnah rosul yang
hanya ada dibulan ramadlan.
Dengan suaranya yang merdu, bacaan surat al-zalzalah yang
dilantunkan Abah Husain terdengar begitu indah ditelingaku. Seakan
mengingatkanku atas dosa-dosa yang sudah kulakukan. Sungguh Aku sangat
menyesalinya. Apalagi ketika aku mengingat perlakuan yang tidak pantas kepada
ibu dan bapakku sendiri ketika mereka masih hidup didunia.
*******
“Di sepertiga malam Allah turun kelangit dunia. Dan seketika
itu juga setiap hamba-Nya yang mau berdo’a, pasti akan dikabulkan. Apakah kamu
rela melewatkan malam-malam itu?”
Tanpa kuduga, Abah Husain memperhatikanku saat aku merenung.
Dibalik pintupun kulihat Ummi Sahila mengintip saat Abah Husain menyapaku.
Keduanya seperti terlihat rapi memakai pakaian yang dikenakan saat melaksanakan
jamaah sholat isya’ dimasjid.
“Tahajjud?”
Dalam benakku sempat berfikir pasti mereka baru selesai
melaksanakannya. Sehingga kata-kata Abah Husain seakan-akan menyindirku untuk
juga melakukan ibadah yang dilakukan setelah bangun dari tidur malam.
Aku memang terbangun pada malam itu. Namun, kegalauan hatiku
saat itulah yang membuat aku berdiam dan merenung diteras gubuk Abah Husain.
“Abah, bolehkah saya minta tolong kepada anda?”
“Jika Abah bisa, pasti akan Abah bantu". Kata Abah
Husain menimpaliku.
Mendengar pertanyaanku itu, seolah-olah Ummi sahilapun
merasa penasaran. kemudian beliau mendekat dan duduk disebelah Abah Husain
seraya memandangiku.
“Di hari ulang tahunku ini, maukah anda berdo’a kepada Allah
untukku, agar Ia mau mengabulkannya?”
“Do’a apakah yang akan kamu mintakan kepada Allah dihari
ulang tahunmu ini nak?”
Tanya Ummi Sahila dengan wajah nampak penuh penasaran. Namun
Abah Husain terlihat tenang seolah tidak terjadi sesuatu.
“Maukah anda berdo’a kepada Allah, agar Ia mau kembali
menghidupkan ayah dan ibu saya? Aku ingin meminta maaf dan akan selalu berbakti
kepada mereka”
Mereka berdua diam tanpa kata seraya memandangiku. Hanya saja, nampak jelas
didepanku kedua mata Ummi sahila berkaca-kaca. Raut muka wajahnya begitu sendu
seperti orang yang dirundung kegelisahan.
Tak lama kemudian Abah Husain tersenyum dan berbalik
bertanya kepadaku.
”Sebelum Abah berdo’a
untuk kamu, maukah kamu berdo’a kepada Allah agar Abah diberi seorang anak yang
soleh dan berbakti kepada orang tua seperti kamu?”
Seketika itu juga aku tak kuasa menahan tangis. Tubuh Abah
Husain kupeluk erat seakan aku telah memeluk ayah kandungku sendiri. Ummi
Sahilapun menahan isakan tangis dengan menutupi wajahnya. Kemudian mengusap
setiap tetesan air mata yang terus membasahi pipinya.
“Sepertinya baru saja ada malaikat yang mengadu kepada Allah
tentang do’a kita Ummi. Sekarang ini juga Abah telah bertemu anak Abah, bahkan bisa sampai
memeluknya.”
“Abah… Ummi…”
Dalam hatiku selalu bergumam menyebut kedua nama itu.
Sungguh, aku sangat bahagia saat itu. Sesekali kupandangi wajah Abah Husain
yang begitu erat memelukku. Kehadirannya dikehidupanku membuat hatiku serasa
tenang. Keresahan yang selama ini menyelimutiku telah pergi. Bagiku itu semua
adalah suatu kebahagiaan yang tidak bisa aku bayangkan.
Sejak kepergian kedua orang tuaku, kehidupanku terasa sangat
berbeda. Aku sendiri dalam sepi yang membawaku kedalam kepenatan. Dari Bapak
yang meninggal karena sakit stroke lima tahun silam. Menyusul meninggalnya ibu
tiga tahun setelah kepergian bapak, keresahan bercampur rasa serba salah selalu
menghantuiku. Karena selama masa hidupku, belum pernah sedikitpun aku
membahagiakan kedua orang tua. Selalu terfikirkan dalam benakku untuk
mengucapkan kata maaf kepada dua orang yang selama ini merawat dan mendidikku
sejak kecil. Namun apa daya, nasi sudah menjadi bubur.
Berawal dari itulah dalam lubuk hatiku terbesit suatu
keinginan untuk berkelana meninggalkan semua. Rumah yang merupakan harta
peninggalan orang tuaku satu-satunya, aku jual untuk bekal perjalananku selama
ini. Tujuanku hanya satu. Aku hanya berharap semoga saja aku menemukan orang
yang bisa menuntunku kejalan yang benar dan diridloi Tuhanku. Dan sekarang
telah aku temukan.
Pertemuanku dengan Abah Husain dan Ummi Sahila seakan telah
membuka lembaran hidup yang lebih baik. Sejak awal aku sudah simpatik melihat
perlakuan yang mereka berikan kepadaku. Baik dalam bertutur kata maupun
bersikap, Keduanya adalah orang tua yang baik dan penuh kasih sayang. Mereka
bagaikan malaikat penyelamat yang diutus Allah untuk menuntun jalanku.
Mereka adalah sepasang suami istri yang sudah 25 tahun
berumah tangga. Namun diwaktu yang lama itu ternyata Allah tidak kunjung
memberikan momongan. Padahal mereka sangat mengharapkan buah hati dari jalinan
cinta kasih mereka. Bisa kulihat dengan jelas kebahagian mereka dengan sepenuh
hati menerima kehadiranku.
Kali ini aku tidak akan mengecewakan mereka berdua. Aku akan
selalu taat dan patuh kepada mereka. Dan akan selalu menerima nasehat yang
mereka berikan untukku. Aku tidak ingin mengulangi kesalahanku untuk kedua
kalinya. Dengan sekuat hati, aku akan selalu mencintai dan menyayangi mereka
selama Allah masih memberikan kesempatan kepadaku bernafas didunia ini.
Komentar
Posting Komentar
SOLATLAH SEBELUM DI SOLATKAN.