Lima Amanat PBNU Kepada Pasangan Jokowi-KMA


Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengirim surat resmi yang diedarkan secara terbuka, berisi lima amanat kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden Jokowi-Kiai Ma’ruf Amin. Berikut isi amanat tersebut,
بسم الله الرحمن الرحيم
Semoga Allah Swt merahmati dan melindungi kita semua serta keberkahan dan ketenteraman senantiasa terlimpahkan kepada bangsa Indonesia.
Nahdlatul Ulama sejak didirikan mengemban dua amanat yang senantiasa dipegang erat sampai saat ini. Amanat tersebut adalah amanat keagamaan (diniyyah), dan amanat kebangsaan (wathaniyyah). Kedua amanat tersebut selalu menjadi landasan prinsip Nahdlatul Ulama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Nahdlatul Ulama memandang diperlukan langkah strategis guna mengimplementasikan cita-cita membangun bangsa yang maju, bermartabat, serta berperadaban mulia. Oleh karenanya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengamanatkan kepada Ir. H. Joko Widodo dan Prof. Dr. KH. Ma’ruf Amin untuk:
Pertama, dalam bidang pandidikan mengutamakan pembangunan manusia yang menitikberatkan pada Pendidikan Karakter. Langkah ini bisa ditempuh sengan salah satunya memberi perhatian lebih kepada Pendidikan Pesantre. Sebagai basis tempat pertumbuhan Islam Moderat, Pesantren sampai saat ini masih belum mendapatkan tempat yang strategis di mata negara. Dengan jumlah yang mencapai puluhan ribu, pesantren hanya diurus oleh salah satu direktorat di bawah Kementerian Agama. Ke depan, harus ada upaya dan langkah lebih serius dan strategis untuk memperhatikan pesantren. Salah satu usulan hasil Munas Nahdlatul Ulama di Lombok tahun 2017 adalah diangkatnya Menteri urusan pesantren. Langkah lain bisa ditempuh dengan cara melakukan revisi dan revitalisasi UU nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memungkinkan upaya peningkatan mutu guru tidak dihambat oleh UU Otonomi Daerah serta menindaklanjuti Perpres No. 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) melalui kebijakan operasional dan anggaran di sekolah dan madrasah tanpa membeda-bedakan sekolah negeri dan swasta.
Kedua, mengarusutamakan pembangunan manusia berbasis pada nilai-nilai moderatisme. Langkah ini bisa ditempuh dengan jalan melihat kembali postur kurikulum dalam pendidikan, utamanya Pendidikan Keagamaan secara seksama dan cermat dengan menekankan peningkatan akhlakul karimah dengan menonjolkan keteladanan Nabi Muhammad Saw. Harus dipastikan tidak boleh ada konten yang anti-moderatisme dan menyimpang dari nilai-nilai ajaran Islam Aswaja. Pelajaran berharga beberapa waktu lalu terkait dengan beberapa narasi sejarah yang diajarkan di sekolah dasar menengah yang sarat dengan kisah atau sejarah peperangan, bukan sejarah pembangunan peradaban umat manusia serta mengandung unsur yang cenderung mengaburkan sejarah dan bahkan mendiskreditkan Nahdlatul Ulama.
Ketiga, membangun perekonomian yang bukan saja menekankan pertumbuhan, namun lebih dari itu berbasis pemerataan. Gagasan Redistribusi aset yang pernah direkomendasikan oleh Munas Nahdlatul Ulama di Lombok tahun 2017 dan telah dijalankan oleh Presiden Joko Widodo perlu lebih digenjot dan dimaksimalkan lagi. Langkah-langkah strategis untuk menurunkan angka kemiskinan harus dilakukan dengan kreatif dan inovatif.
Keempat, Mendorong percepatan implemetasi gagasan ekonomi keumatan dan ekonomi Islam. Sektor ekonomi keumatan dan ekonomi Islam menjadi penting untuk diperhatikan sebab melihat Indonesia sebagai negara dengan pandudukan muslim terbanyak menjadi titik pijak mengapa kebijakan ini harus segera diimplementasikan.
Kelima, Membangun iklim berbangsa dan bernegara serta kehidupan politik yang lebih sejuk berasaskan pada nilia-nilai moderatisme. Segela bentuk pengingkaran terhadap dasar-dasar negara harus ditindak tegas. Pangalaman adananya kelompok yang ingin mengganti ideologi negara dan bentuk pemerintahan membuat pemerintah harus lebih berhati-hati dalam mengeluarkan izin pendirian organisasi massa dan segela bentuk perkumpulan lain yang memiliki potensi kearah sana.
Jakarta, 22 April 2019
KH. Mitachul Akhyar
(Pj. Rais Aam NU)
KH. Yahya C. Staquf
(Katib Aam NU)
Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA
(Ketua Umum PBNU)
DR. Ir. H. A. Helmy Faishal Zaini
(Sekretaris Jenderal PBNU)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Nahwu Seri 3

Belajar Jawahirul Maknun- Tentang Fashohah,Tanafur,Ta'qid

Surah at Takatsur 102